Rabu, 27 April 2016

Analisis Jurnal

KESEHATAN MENTAL



Nama Kelompok:
Andisa Putri Aulia
Chinthya Reynanda 
Dina Amalia 
Luh Made Priyanka Aditya 
Novia Nurvitasari 
Kelas: 2PA08

Judul Jurnal: Pengaruh Stres Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja
Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.9 No.18 Desember 2011
Penulis:
Noviansyah dan Zunaidah








Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustrasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Luthan, 2006: 439). Akibat-akibat stres terhadap seseorang dapat bermacam-macam dan hal ini tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stres. Stres yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerjanya, sehingga manajemen perlu untuk meningkatkan mutu lingkungan organisasional bagi karyawan. Dengan menurunnya stres yang dialami karyawan tentu akan meningkatkan kesehatan dalam tubuh organisasi. Stres merupakan sebuah kondisi di mana seseorang dihadapkan pada konfrontasi antara kesempatan, hambatan, atau permintaan akan apa yang dia inginkan dan hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan penting. PT. Perkebunan Minanga Ogan yang merupakan salah satu perusahaan yang Setiap orang di manapun ia berada dalam suatu organisasi, dapat berperan sebagai sumber stres bagi orang lain. Mengelola stres diri sendiri berarti mengendalikan diri sendiri dalam kehidupan. Sebagai seorang manajer, mengelola stres lebih bersifat pemahaman akan penyebab stres orang lain dan mengambil tindakan untuk menguranginya dalam rangka pencapain tujuan organisasi. Efektivitas proses komunikasi dua arah di antara manajer dan pekerja adalah penting untuk mengidentifikasikan penyebab stres yang potensial dan pemecahannya, karena stres akan selalu karyawan. Stres sebagai suatu ketidakseimbangan antara keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2008: 368)

Dari beberapa penomena yang terjadi pada PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja, hal yang berpengaruh bagi karyawan sehingga mengalami stres adalah konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan, dimana apabila pimpinan dapat bersikap bijak dan mendengarkan aspirasi dari karyawan kemungkinan karyawan yang mengalami stres dalam bekerja akan sedikit berkurang, walaupun ada faktor eksternal yang lain juga mempengaruhi stres karyawan. Hal ini pula yang membuat karyawan menjadi kurang termotivasi dalam pekerjaannya, dan pada akhirnya ada berapa karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaannya karena tidak sesuai dengan apa yang karyawan tersebut harapkan dari kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan.

Stres Kerja
Meskipun terdapat berbagai defenisi dan perdebatan menganai pengertian stres kerja, (Luthans, 2006; 440) mendefinisikan stres adalah ”interaksi individu dengan lingkungan,” tetapi kemudian mereka memperinci defenisi sebagai berikut; ”respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuwensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menenpatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.”
2) Motivasi Kerja
Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Veithzal (2009: 838) ada tiga faktor sumber motivasi, yakni
1) Kemungkinan untuk berkembang.
2) Jenis Pekerjaan.
3) Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan di
tempat mereka bekerja
3) Kinerja Karyawan
Pada dasarnya, penilaian kerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi, (Umam, 2010: 190). Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut, kondisi kinerja karyawan dapat diketahui.

4) Hubungan Stres Kerja dan Kinerja Karyawan.
Higgins (Umar, 2000: 259) berpendapat bahwa terdapat hubungan langsung antara stres kerja dan kinerja karyawan, sejumlah besar penelitian telah menyelidiki pengaruh stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model stres – kinerja (hubungan U terbalik) yakni hukum Yerkes Podson (Mas’ud, 2002: 20). Pola U terbalik tesebut menunjukkan pengaruh tingkat stres (rendah – tinggi) dan kinerja (rendah – tinggi). Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan – kemampuan kita secara penuh (Looker, 2005: 144). Sejalan dengan meningkatnya stres, kinerja cendrung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja, adalah suatu rangsangan sehat yang mendorong para karyawan untuk menanggapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang kira – kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan. Selanjutnya bila stres manjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya. Akibat yang paling ekstrem adalah kinerja menjadi nol, karyawan menjadi tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja untuk menghindari stres.

5) Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan.
Motivasi adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasaldari dalam maupun dari luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi, menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang karyawan membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja. Menurut Handoko (2002: 252), motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Buhler (2004: 191) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut: ”Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya suatu tujuan, maka manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi -tingginya bagi para karyawan dalam perusahaan. Motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan serja kinerja. Karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tersebut terarah pencapaian tujuan tertentu yang pada akhirnya disebut sebagai kinerja karyawan. Jadi, Semakin kuat motivasi atau dorongan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan maka akan semakin maksimal kinerja yang dihasilkan oleh karyawan itu sendiri.
Analisis:
Stres
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian  antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino 2006).
Menurut Santrock (2003) stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).
Selye (dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa stres adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang dating atasnya. Jadi stres bersifat subyektif tergantung bagaimana orang tersebut memandang kondisi penyebab stress (stressor).
Motivasi
Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia,. Misalnya, seorang sarjana komputer bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang teknologi informasi sebagai tenaga ahli (peluang ada, dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antar tenaga kerja, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai maka 'semangat' kerjanya menurun dengan hasil unjuk kerjanya kurang. Begitupun sebaliknya, motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan/ atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan/ atau menciptakan peluang dimana ia dapat berunjuk kerja yang tinggi.   Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau  tawaran dari lingkungannya, ia baru mau bekerja jika didorong, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja

Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan)

Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini tidak dapat dilakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
·         Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
·         Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
·         Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan

Seperti yang sudah di sebutkan dalam jurnal bahwa bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan – kemampuan kita secara penuh hal ini berkaitan pula dengan karakteristik kepribadian yang sehat menurut Allport yaitu:
Memiliki kebutuhan yang terus menerus dan bervariasi serta menyukai tantangan-tantangan baru
Tidak menyukai hal-hal yang rutin dan mencari pengalaman yang baru.
Aktifitas yang mengahasilkan ketegangan.
Melalui tantangan dan pengalaman baru manusia dapat bertumbuh dan berkembang.
Menurut Alport individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga. Namun ketika stres terlalu besar hal tersebut berakibat menurunnya kinerja individu tersebut karena stressnya mengganggu pekerjaan tersebut.


Menurut Maslow, kepribadian yang sehat adalah pribadi yang mampu mengaktualisasikan diri secara utuh. Menurut Maslow, untuk mencapai aktualisasi diri adalah dengan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar diantaranya kebutuhan akan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta, kebutuhan akan pernghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Dengan tingkat stres kerja yang tinggi, tentunya individu tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh. Individu juga tidak dapat memenuhi akan rasa aman dan kenyamanan. Bila tingkat stres individu rendah, tentunya kinerja karyawan tersebut akan meningkat dan ia dapat memenuhi kebutuhannya akan penghargaaan. Stres juga mempengaruhi pemenuhan individu akan kebutuhan fisiologis nya, bila tingkat stres tinggi kualitas tidur individu menjadi buruk dan mempengaruhi pola makan individu tersebut. Bila individu tidak merasa tertekan, tentunya ia akan lebih merasa nyaman dengan lingkungan kerjanya dan dapat lebih berbaur dengan sesama teman sekerjanya. Ia juga dapat lebih fokus dengan pekerjaannyasehingga produktivitasnya pun meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar