Rogers memandang
kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit
jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan
dari kecenderungan alamiah.
Perkembangan
Kepribadian “Self”
Self atau self
concept adalah konsep menyeluruh yang
terorganisir mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku
dari yang bukan aku. Self concept menggambarkan konsep orang mengenai dirinya
sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya, pandangan diri
dalam berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan
interpersonal.
Konsep
pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self,
sehingga dapat dikatakan selfmerupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Carl
Rogers mendeskripsikan the self atau
self-structure sebagai sebuah konstruk yang menunjukan
bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu :
Real Self adalah keadaan diri individu
saat ini.
Ideal Self adalah keadaan diri individu
yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh
individu tersebut.
Perhatian
Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih
kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan
inkongruen, kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan
kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara
interpretasi dan persepsi “self I” dan “self me” sesuai dengan realitas
dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin
lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin
besar pula penderitaan yang dirasakan dan jika tidak mampu maka akan terjadi
ingkongruensi atau mal-adjustment atau neurosis. Misalkan anda memiliki ideal selfsebagai
orang yang memiliki bentuk tubuh ideal serta memiliki prestasi yang tinggi
dibanding teman –teman anda, tetapi nyatanya real self anda
adalah orang yang tidak memiliki bentuk tubuh yang ideal serta prestasi anda
adalah rata-rata dengan teman-teman anda maka akan ada kesenjangan antara real self dan ideal self yang
dapat menimbulkan kecemasan.
Bila
seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka
hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut
Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental,
seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik.
Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen),
dalam Syamsu dan Juntika (2010:145) disebutkan sebagai berikut :
1. Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
2. Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak
mengancam konsep dirinya
3. Mampu menggunakan semua pengalaman
4. Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Bagian dari medan fenomenal yang
terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar atas
diri sendiri.
Berkembang dari interaksi dengan
lingkungan
Individu berperilaku dengan cara yang
selaras/ konsisten dengan self
Pengalaman yang tidak selaras dengan
self dianggap sebagai ancaman
Self mungkin berubah sebagai hasil dari
maturation dan proses belajar
Peranan
Positive Regard Dalam Pembentukan Kepribadian
Setiap
manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan,
pengagungan, dan cinta dari orang lain (warmth,
liking, respect, sympathy & acceptance, love & affection). Kebutuhan ini disebut need for positive regard. Positive
regard terbagi menjadi 2 yaitu:
Conditional
positive regard (bersyarat) Conditional positive regard atau penghargaan positif bersyarat misalnya
kebanyakan orang tua memuji, menghormati, dan mencintai anak dengan
bersyarat,yaitu sejauh anak itu berpikir dan bertingkah laku seperti
dikehendaki orangtua.
Unconditional
positive regard (tak bersyarat). Unconditional positive regard disini anak tanpa syarat apapun dihargai dan
diterima sepenuhnya.
Rogers
menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami
penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena
nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun
cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Setelah self dan organism bisa
menjadi suatu kesatuan yang baik, namun ketika ia masuk ke lingkungan sosial
luar yang beperan sebagai medan phenomenal. Belum tentu ia dapat berkembang
dengan sebagaimana mestinya.
Untuk
mengatasi tekanan yang dirasakan, Rogers berpendapat terdapat cara untuk
mengatasinya, yaitu melalui Pertahanan. Ketika individu berada dalam incongruity maka
pada saat itu individu berada dalam situasi terancam. Menjelang situasi yang
mengancam itu individu akan merasa cemas. Salah satu cara menghindarinya adalah
dengan melarikan diri dalam bentuk psikologis dengan menggunakan
pertahanan-pertahanan. Dua macam cara pertahanan adalah pengingkaran dan
distorsi perseptual.
Pengingkaran adalah individu memblokir
situasi yang mengancam melaluimenyingkirkan kenangan buruk atau rangsangan yang
memancing kenangan itu munculdari kesadaran (menolak untuk mengingatnya).
Distorsi perseptual adalah penafsiran kembali sebuah situasi sedemikian
rupasehingga tidak lagi dirasakan terlalu mengancam. Ketika pertahanan yang
dilakukan seseorang runtuh dan merasa dirinya hancur berkeping-keping disebut
sebagai psikosis. Akibatnya perilaku individu menjadi tidak konsisten,
kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak nyambung, emosinya tidak tertata,
tidak mampu membedakan antara diri dan bukan diri serta menjadi individu yang
tidak punya arah dan pasif.
Orang
yang Berfungsi Sepenuhnya
1. Keterbukaan pada Pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman adalah lawan
dari sikap defensif. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan
dari luar disampaikan ke system saraf organisme tanpa distorsi atau rintangan.
Orang yang demikian mengetahui segala
sesuatu tentang kodratnya; tidak ada segi kepribadian tertutup. Kepribadian
adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan
oleh kehidupan, tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka
kesempatan-kesempatan persepsidan ungkapan baru. Sebaliknya, kepribadian orang
yang defensif, yang beroperasi menurut syarat-syarat penghargaan adalah statis,
bersembunyi di belakang peranan-peranan, tidak dapat menerima atau bahkan
mengetahui pengalaman-pengalaman tertentu.
Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat
dikatakan lebih “emosional” dalam pengertian bahwa dia mengalami banyak emosi
yang bersifat positif dan negatif (misalnya, baik kegembiraan maupun kesusahan)
dan mengalami emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang yang defensif.
2. Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya, hidup
sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, karena orang yang sehat terbuka kepada
semua pengalaman, maka diri atau kepribadian terus-menerus dipengaruhi atau
disegarkan oleh tiap pengalaman, akan tetapi orang yang defensif harus mengubah
suatu pengalaman baru untuk membuatnya harmonis dengan diri; dia memiliki suatu
struktur diri yang berprasangka dimana semua pengalaman harus cocok dengannya.
Rogers percaya bahwa kualitas dari
kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian
yang sehat. Kepribadian terbuka kepada segala sesuatu yang terjadi pada momen
itu dan dia menemukan dalam setiap pengalaman suatu struktur yang dapat berubah
dengan mudah sebagai respons atas pengalaman momen yang berikutnya.
3. Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami
dengan menunjuk kepada pengalaman Rogers sendiri. Dia menulis
“apabila suatu aktivitas terasa seakan-akan berharga atau perlu dilakukan, maka
aktivitas itu perlu dilakukan. Dengan kata lain saya telah belajar bahwa seluruh
perasaan organismik saya terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya daripada
pikiran saya?”.
Dengan kata lain, bertingkah laku
menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat dapat diandalkan
dalam memutuskan suatu tindakan, lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor
rasional atau intelektual.
Karena seluruh kepribadian mengambil
bagian dalam proses membuat keputusan, maka orang-orang yang sehat percaya akan
keputusan mereka, seperti mereka percaya akan diri mereka sendiri. Sebaliknya
orang-orang yang defensif membuat keputusan-keputusan menurut larangan-larangan
yang membimbing tingkah lakunya.
4. Perasaan Bebas
Rogers percaya bahwa semakin
seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk
memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya
paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan
tindakan, dan juga memiliki perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan
dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah
laku, keadaan, atau peristiwa-peristiwa masa lampau, karena merasa bebas dan
berkuasa maka orang yang sehat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupan
dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin ingin dilakukannya.
Orang yang defensif tidak memiliki
perasaan-perasaan bebas. Orang ini dapat memutuskan untuk bertingkah laku
dengan cara tertentu, namun tidak dapat mewujudkan pilihan bebas itu ke dalam
tingkah laku yang aktual.
5. Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya
sangat kreatif. Orang yang kreatif kerpakali benar-benar menyesuaikan diri
dengan tuntutan-tuntutan dari situasi khusus apabila konformitas yang demikian
itu akan membantu memuaskan kebutuhan merka dan memungkinkan mereka
mengmbangkan diri mereka sampai ke tingkat paling penuh.
Orang yang defensif, yang kurang merasa
bebas, yang tertutup terhadap banyak pengalaman, dan yang hidup dalam
garis-garis pedoman yang telah dikodratkan adalah tidak kreatif dan tidak
spontan.
Rogers percaya bahwa orang-orang
yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap
perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan. Mereka
memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-perubahan
traumatis seklipun seperti dalam pertempuran atau bencana-bencana alamiah.
Daftar Pustaka
1.Schultz,
D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
3. Samsyu Yusuf dan Juntika Nurihsan.
(2007). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar