Rabu, 27 April 2016

Analisis Jurnal

KESEHATAN MENTAL



Nama Kelompok:
Andisa Putri Aulia
Chinthya Reynanda 
Dina Amalia 
Luh Made Priyanka Aditya 
Novia Nurvitasari 
Kelas: 2PA08

Judul Jurnal: Pengaruh Stres Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja
Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.9 No.18 Desember 2011
Penulis:
Noviansyah dan Zunaidah








Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustrasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Luthan, 2006: 439). Akibat-akibat stres terhadap seseorang dapat bermacam-macam dan hal ini tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stres. Stres yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerjanya, sehingga manajemen perlu untuk meningkatkan mutu lingkungan organisasional bagi karyawan. Dengan menurunnya stres yang dialami karyawan tentu akan meningkatkan kesehatan dalam tubuh organisasi. Stres merupakan sebuah kondisi di mana seseorang dihadapkan pada konfrontasi antara kesempatan, hambatan, atau permintaan akan apa yang dia inginkan dan hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan penting. PT. Perkebunan Minanga Ogan yang merupakan salah satu perusahaan yang Setiap orang di manapun ia berada dalam suatu organisasi, dapat berperan sebagai sumber stres bagi orang lain. Mengelola stres diri sendiri berarti mengendalikan diri sendiri dalam kehidupan. Sebagai seorang manajer, mengelola stres lebih bersifat pemahaman akan penyebab stres orang lain dan mengambil tindakan untuk menguranginya dalam rangka pencapain tujuan organisasi. Efektivitas proses komunikasi dua arah di antara manajer dan pekerja adalah penting untuk mengidentifikasikan penyebab stres yang potensial dan pemecahannya, karena stres akan selalu karyawan. Stres sebagai suatu ketidakseimbangan antara keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2008: 368)

Dari beberapa penomena yang terjadi pada PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja, hal yang berpengaruh bagi karyawan sehingga mengalami stres adalah konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan, dimana apabila pimpinan dapat bersikap bijak dan mendengarkan aspirasi dari karyawan kemungkinan karyawan yang mengalami stres dalam bekerja akan sedikit berkurang, walaupun ada faktor eksternal yang lain juga mempengaruhi stres karyawan. Hal ini pula yang membuat karyawan menjadi kurang termotivasi dalam pekerjaannya, dan pada akhirnya ada berapa karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaannya karena tidak sesuai dengan apa yang karyawan tersebut harapkan dari kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan.

Stres Kerja
Meskipun terdapat berbagai defenisi dan perdebatan menganai pengertian stres kerja, (Luthans, 2006; 440) mendefinisikan stres adalah ”interaksi individu dengan lingkungan,” tetapi kemudian mereka memperinci defenisi sebagai berikut; ”respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuwensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menenpatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.”
2) Motivasi Kerja
Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Veithzal (2009: 838) ada tiga faktor sumber motivasi, yakni
1) Kemungkinan untuk berkembang.
2) Jenis Pekerjaan.
3) Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan di
tempat mereka bekerja
3) Kinerja Karyawan
Pada dasarnya, penilaian kerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi, (Umam, 2010: 190). Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut, kondisi kinerja karyawan dapat diketahui.

4) Hubungan Stres Kerja dan Kinerja Karyawan.
Higgins (Umar, 2000: 259) berpendapat bahwa terdapat hubungan langsung antara stres kerja dan kinerja karyawan, sejumlah besar penelitian telah menyelidiki pengaruh stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model stres – kinerja (hubungan U terbalik) yakni hukum Yerkes Podson (Mas’ud, 2002: 20). Pola U terbalik tesebut menunjukkan pengaruh tingkat stres (rendah – tinggi) dan kinerja (rendah – tinggi). Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan – kemampuan kita secara penuh (Looker, 2005: 144). Sejalan dengan meningkatnya stres, kinerja cendrung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja, adalah suatu rangsangan sehat yang mendorong para karyawan untuk menanggapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang kira – kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan. Selanjutnya bila stres manjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya. Akibat yang paling ekstrem adalah kinerja menjadi nol, karyawan menjadi tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja untuk menghindari stres.

5) Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan.
Motivasi adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasaldari dalam maupun dari luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi, menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang karyawan membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja. Menurut Handoko (2002: 252), motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Buhler (2004: 191) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut: ”Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya suatu tujuan, maka manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi -tingginya bagi para karyawan dalam perusahaan. Motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan serja kinerja. Karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tersebut terarah pencapaian tujuan tertentu yang pada akhirnya disebut sebagai kinerja karyawan. Jadi, Semakin kuat motivasi atau dorongan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan maka akan semakin maksimal kinerja yang dihasilkan oleh karyawan itu sendiri.
Analisis:
Stres
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian  antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino 2006).
Menurut Santrock (2003) stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).
Selye (dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa stres adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang dating atasnya. Jadi stres bersifat subyektif tergantung bagaimana orang tersebut memandang kondisi penyebab stress (stressor).
Motivasi
Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia,. Misalnya, seorang sarjana komputer bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang teknologi informasi sebagai tenaga ahli (peluang ada, dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antar tenaga kerja, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai maka 'semangat' kerjanya menurun dengan hasil unjuk kerjanya kurang. Begitupun sebaliknya, motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan/ atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan/ atau menciptakan peluang dimana ia dapat berunjuk kerja yang tinggi.   Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau  tawaran dari lingkungannya, ia baru mau bekerja jika didorong, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja

Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan)

Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini tidak dapat dilakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
·         Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
·         Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
·         Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan

Seperti yang sudah di sebutkan dalam jurnal bahwa bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan – kemampuan kita secara penuh hal ini berkaitan pula dengan karakteristik kepribadian yang sehat menurut Allport yaitu:
Memiliki kebutuhan yang terus menerus dan bervariasi serta menyukai tantangan-tantangan baru
Tidak menyukai hal-hal yang rutin dan mencari pengalaman yang baru.
Aktifitas yang mengahasilkan ketegangan.
Melalui tantangan dan pengalaman baru manusia dapat bertumbuh dan berkembang.
Menurut Alport individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga. Namun ketika stres terlalu besar hal tersebut berakibat menurunnya kinerja individu tersebut karena stressnya mengganggu pekerjaan tersebut.


Menurut Maslow, kepribadian yang sehat adalah pribadi yang mampu mengaktualisasikan diri secara utuh. Menurut Maslow, untuk mencapai aktualisasi diri adalah dengan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar diantaranya kebutuhan akan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta, kebutuhan akan pernghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Dengan tingkat stres kerja yang tinggi, tentunya individu tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh. Individu juga tidak dapat memenuhi akan rasa aman dan kenyamanan. Bila tingkat stres individu rendah, tentunya kinerja karyawan tersebut akan meningkat dan ia dapat memenuhi kebutuhannya akan penghargaaan. Stres juga mempengaruhi pemenuhan individu akan kebutuhan fisiologis nya, bila tingkat stres tinggi kualitas tidur individu menjadi buruk dan mempengaruhi pola makan individu tersebut. Bila individu tidak merasa tertekan, tentunya ia akan lebih merasa nyaman dengan lingkungan kerjanya dan dapat lebih berbaur dengan sesama teman sekerjanya. Ia juga dapat lebih fokus dengan pekerjaannyasehingga produktivitasnya pun meningkat.

Senin, 11 April 2016

Konsep Sehat Menurut Carl Rogers

Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.

Perkembangan Kepribadian “Self”
Self atau self concept adalah konsep menyeluruh yang terorganisir mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Self concept menggambarkan konsep orang mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya, pandangan diri dalam berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan selfmerupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Carl Rogers mendeskripsikan the self  atau self-structure sebagai sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu :
Real Self adalah keadaan diri individu saat ini.
Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen,  kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi “self I” dan “self me” sesuai dengan  realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan dan jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau mal-adjustment atau neurosis. Misalkan anda memiliki ideal selfsebagai orang yang memiliki bentuk tubuh ideal serta memiliki prestasi yang tinggi dibanding teman –teman anda, tetapi nyatanya real self anda adalah orang yang tidak memiliki bentuk tubuh yang ideal serta prestasi anda adalah rata-rata dengan teman-teman anda maka akan ada kesenjangan antara real self dan ideal self yang dapat menimbulkan kecemasan.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika (2010:145) disebutkan sebagai berikut :
1.      Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
2.      Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
3.      Mampu menggunakan semua pengalaman
4.      Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Bagian dari medan fenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar atas diri sendiri.
Berkembang dari interaksi dengan lingkungan
Individu berperilaku dengan cara yang selaras/ konsisten dengan self
Pengalaman yang tidak selaras dengan self dianggap sebagai ancaman
Self mungkin berubah sebagai hasil dari maturation dan proses belajar
Peranan Positive Regard Dalam Pembentukan Kepribadian
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain (warmth, liking, respect, sympathy & acceptance, love & affection). Kebutuhan ini disebut need for positive regardPositive regard terbagi menjadi 2 yaitu:
Conditional positive regard (bersyarat)  Conditional positive regard atau penghargaan positif bersyarat misalnya kebanyakan orang tua memuji, menghormati, dan mencintai anak dengan bersyarat,yaitu sejauh anak itu berpikir dan bertingkah laku seperti dikehendaki orangtua.
Unconditional positive regard (tak bersyarat). Unconditional positive regard disini anak tanpa syarat apapun dihargai dan diterima sepenuhnya.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Setelah self dan organism bisa menjadi suatu kesatuan yang baik, namun ketika ia masuk ke lingkungan sosial luar yang beperan sebagai medan phenomenal. Belum tentu ia dapat berkembang dengan sebagaimana mestinya.
Untuk mengatasi tekanan yang dirasakan, Rogers berpendapat terdapat cara untuk mengatasinya, yaitu melalui Pertahanan. Ketika individu berada dalam incongruity maka pada saat itu individu berada dalam situasi terancam. Menjelang situasi yang mengancam itu individu akan merasa cemas. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan melarikan diri dalam bentuk psikologis dengan menggunakan pertahanan-pertahanan. Dua macam cara pertahanan adalah pengingkaran dan distorsi perseptual.
Pengingkaran adalah individu memblokir situasi yang mengancam melaluimenyingkirkan kenangan buruk atau rangsangan yang memancing kenangan itu munculdari kesadaran (menolak untuk mengingatnya). Distorsi perseptual adalah penafsiran kembali sebuah situasi sedemikian rupasehingga tidak lagi dirasakan terlalu mengancam. Ketika pertahanan yang dilakukan seseorang runtuh dan merasa dirinya hancur berkeping-keping disebut sebagai psikosis. Akibatnya perilaku individu menjadi tidak konsisten, kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak nyambung, emosinya tidak tertata, tidak mampu membedakan antara diri dan bukan diri serta menjadi individu yang tidak punya arah dan pasif.
Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
1.      Keterbukaan pada Pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensif. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar disampaikan ke system saraf organisme tanpa distorsi atau rintangan.
Orang yang demikian mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya; tidak ada segi kepribadian tertutup. Kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsidan ungkapan baru. Sebaliknya, kepribadian orang yang defensif, yang beroperasi menurut syarat-syarat penghargaan adalah statis, bersembunyi di belakang peranan-peranan, tidak dapat menerima atau bahkan mengetahui pengalaman-pengalaman tertentu.
Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat dikatakan lebih “emosional” dalam pengertian bahwa dia mengalami banyak emosi yang bersifat positif dan negatif (misalnya, baik kegembiraan maupun kesusahan) dan mengalami emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang yang defensif.
2.      Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya, hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, karena orang yang sehat terbuka kepada semua pengalaman, maka diri atau kepribadian terus-menerus dipengaruhi atau disegarkan oleh tiap pengalaman, akan tetapi orang yang defensif harus mengubah suatu pengalaman baru untuk membuatnya harmonis dengan diri; dia memiliki suatu struktur diri yang berprasangka dimana semua pengalaman harus cocok dengannya.
Rogers percaya bahwa kualitas dari kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat. Kepribadian terbuka kepada segala sesuatu yang terjadi pada momen itu dan dia menemukan dalam setiap pengalaman suatu struktur yang dapat berubah dengan mudah sebagai respons atas pengalaman momen yang berikutnya.
3.      Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk kepada pengalaman Rogers sendiri. Dia menulis “apabila suatu aktivitas terasa seakan-akan berharga atau perlu dilakukan, maka aktivitas itu perlu dilakukan. Dengan kata lain saya telah belajar bahwa seluruh perasaan organismik saya terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya daripada pikiran saya?”.
Dengan kata lain, bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat dapat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan, lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
Karena seluruh kepribadian mengambil bagian dalam proses membuat keputusan, maka orang-orang yang sehat percaya akan keputusan mereka, seperti mereka percaya akan diri mereka sendiri. Sebaliknya orang-orang yang defensif membuat keputusan-keputusan menurut larangan-larangan yang membimbing tingkah lakunya.
4.      Perasaan Bebas
Rogers percaya bahwa semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan, dan juga memiliki perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah laku, keadaan, atau peristiwa-peristiwa masa lampau, karena merasa bebas dan berkuasa maka orang yang sehat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupan dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin ingin dilakukannya.
Orang yang defensif tidak memiliki perasaan-perasaan bebas. Orang ini dapat memutuskan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, namun tidak dapat mewujudkan pilihan bebas itu ke dalam tingkah laku yang aktual.
5.      Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Orang yang kreatif kerpakali benar-benar menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari situasi khusus apabila konformitas yang demikian itu akan membantu memuaskan kebutuhan merka dan memungkinkan mereka mengmbangkan diri mereka sampai ke tingkat paling penuh.
Orang yang defensif, yang kurang merasa bebas, yang tertutup terhadap banyak pengalaman, dan yang hidup dalam garis-garis pedoman yang telah dikodratkan adalah tidak kreatif dan tidak spontan.
Rogers percaya bahwa orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan. Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-perubahan traumatis seklipun seperti dalam pertempuran atau bencana-bencana alamiah.
Daftar Pustaka
1.Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS

3. Samsyu Yusuf dan Juntika Nurihsan. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda

Konsep Pribadi yang Sehat Menurut Fromm

Teori kepribadian yang digagas Fromm sebagai berikut:
Kebebasan manusia yang semakin luas, menempatkan manusia merasa semakin kesepian, dengan kata lain kebebasan menjadikan keadaan yang negatif di mana manusia-manusia melarikan diri.
Manusia selalu berusaha memecahkan kontradiksi-kontradiksi yang ada padanya. Maksudnya bahwa seorang pribadi merupakan bagian sekaligus terpisah dari alam; merupakan binatang, dan sekaligus manusia.
Aspek individu, yakni aspek binatang dan aspek manusia merupakan kondisi-kondisi dasar eksistensi manusia, yang berasumsi bahwa, “pemahaman tentang psikhe manusia harus berdasarkan manusia tentang kebutuhan manusa yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensinya.
Kepribadian orang akan berkembang menurut kesempatan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat tertentu.
Sebagai manusia tidak lepas dari pasangan tipe karakter nekrofilus danbiofilus. Nekrofilus adalah orang yang tertarik pada kematian, sedangkanbiofilus adalah orang yang mencintai kehidupan.
Sekarang ini lima tipe masyarakat sudah sdemikian menggenjala, berbeda dengan masa-masa sebelumnya, seperti reseptif, eksploitatif, penimbunan, pemasaran, dan produktif.
Kepribadian yang Sehat Menurut Fromm
Fromm memberikan suatu gambaran jelas tentang kepribadian yang sehat. Orang yang demikian mencintai seutuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara obejektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dengan dan berakar di dunia, subjek atau pelaku dari diri dan takdir, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang.
Fromm menyebutkan kepribadian yang sehat: orientasi produktif  , yakni suatu konsep yang serupa dengan kepribadian yang matang dari Allport, dan orang yang mengaktualisasikan diri dari Maslow. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi” , Fromm menunjukan kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, respons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa di dunia dan juga terhadap diri sendiri.
Empat segi tambahan dalam kepribadian yang sehat dapat membantu menjelaskan apa yang dimaksudkan Fromm dengan orientasi produktif. Keempat segi tambahan itu adalah cinta yang produktif, pikiran yang produktif, kebahagian dan suara hati.
Cinta yang produktif adalah suatu hubungan manusia yang bebas dan sederajat dimana rekan-rekan dapat mempertahankan individualitas mereka. Tercapainya cinta yang produktif merupakan salah satu dalam prestasi-prestasi kehidupan yang lebih sulit. Kita tidak “jatuh” dalam cinta; kita harus berusaha sekuat tenaga karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang – perhatian, tanggung jawab, respek, dan pengetahuan.
Pikiran yang produktif  meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir yang produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya.
Kebahagian adalah suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif; kebahagian itu menyertai seluruh kegiatan produktif. Fromm menuliskan bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagian merupakan prestasi kehidupan yang paling luhur.
Suara hati memiliki dua tipe, yakni suara hati otoriter dan suara hati humanisti. Suara hati otoriter adalah penguasa yang berasal dari luar yang di internalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Sedangkan suara hati humanistis ialah suara dari dalam diri dan bukan juga dari suatu perantara dari luar diri. Pendoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internak dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan seluruh persetujuan dan kebahagian dari dalam. Kesehatan jiwa dalam pandangan Fromm di tetapkan oleh masyarakat, karena kodrat struktur sosial membantu atau menghalangi kesehatan psikologis. Apabila masyarakat-masyarakat yang sakit, maka satu-satunya cara untuk mencapai orientasi produktif ialah dengan hidup dalam suatu masyarakat yang waras dan sehat, yaitu masyarakat yang memajukan produktivitas.
Ciri-ciri Kepribadian Sehat
Menurut Fromm, orang yang berkepribadian sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat.
2.      Mampu mencintai dan dicintai.
3.      Mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan itu,
4.      Mampu hidup bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat.
5.      Mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya.
6.      Memiliki watak sosial yang produktif.
Sumber:
2. Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
3. 
Hall S, C & Lindzey G. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius: Yogyakarta.