A. Konsep ekonomi islam
Ekonomi islam pada hakekatnya bukanlah sebuah ilmu dari
sikap reaksioner terhadap fenomena ekonomi konvensional. Awal keberadaannya
sama dengan awal keberadaan islam di muka bumi ini (1500 tahun yang lalu),
karena ekonomi islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari islam sebagai
system hidup. Islam yang diyakini sebagai konsep hidup tentu melingkupi ekonomi
sebagai salah satu aktifitas hidup manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi
islam merupakan aktivitas agama atau ibadah kita dalam berekenomi.
Ilmu ekonomi sebagaimana ilmu kemanusiaan lainnya sampai
saat sekarang masih tetap sebagai ilmu dalam proses diterima atau ditolak. Ilmu
ini belum sampai atau tidak sampai kepada titik kematangan untuk menetapkan
suatu paham yang benar.
B. System ekonomi islam
Secara definisi, ekonomi Islam
merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan
mengelola sumber saya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan
nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
Muhammad Abdul Manan (1992)
berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang
diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian
dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari
pengetahuan, yaitu: al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Menurut Suhrawardi K. Lubis
(2004:14) bahwa sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yan dilaksanakan dalam
praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga,
kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka pengorganisasian faktor
produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam
peraturan Islam.
Sistem ekonomi Islam
adalah sebuah sistem yang tidak lahir dari hasil ciptaan akal manusia, akan tetapi sebuah sistem
yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Dengan kata lain, sistem ekonomi Islam adalah
sistem ekonomi yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat dan ahli
dalam bidangnya.
Subjek ekonomi dalam Islam
seringkali dikaitkan dengan kata muamalah dalam ilmu fiqih. Kata muamalah
sendiri berarti kerjasama antar sesama manusia, sehingga pengertiannya dapat
menjadi luas. Menurut Muhammad Daud (2002:50-51) bahwa dalam ruang lingkup
hukum Islam tidak membadakan (dengan tajam) antara hukum perdata dan
hukum pidana, karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi
publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya, maka hukum
muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikut:
a. Munakahat, mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat- akibatnya.
b. Wiratsah, segala masalah yang
berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan pembagian waris.
c. Muamalat dalam arti khusus,
mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam
soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.
d. Jinayat, memuat aturan-aturan
mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah
hudud atau ta’zir.
e. Al-Ahkam as-Sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan
pemerintahan, tentara, pajak, dan lain-lain.
f. Suyar, mengatur tentang urusan
perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk
agama lain dan negara lain.
g. Mukhasamat,
mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
Dari sistematika pembagian hukum
islam di atas, dapat diketahui bahwa sistem ekonomi Islam, masuk dalam ruang
lingkup mu’amalah.
Ekonomi tidak dapat dipisahkan
dari subjek seputar kepemilikan dan pengelolaan terhadap harta benda.
Kepemilikan ialah pemberian yang bersifat social dan diakui suatu hak kepada
seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pemberian ini mencerminkan hak
potensial untuk memanfaatkan barang tertentu dan pada yang sama mengesampingkan
pihak yang lain dari pemberian hak yang sama. Kepemilikan menunjukkan
hubungan sosial dan yang diakui antara individu atau kelompok dalam masyarakat
dan mencerminkan hak milik sah pemilik atas barang dan pada saat yang sama
menghalangi pihak lain dari hak seperti itu (Muhammad H. Behesti, 1992:9)
Menurut Rofiq Yunus al-Masry
(1993:41) kepemilikan terbagi dua, yaitu kepemilikan yang bersifat umum dan
kepemilikan yang bersifat khusus (privat). Kepemilikan khusus adalah hak
milik perorangan atau kelompok. Jenis kepemilikan seperti ini telah diakui
dalam Islam, sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang menyebutkan amwaalakum/harta-hartamu, amwaalahum/harta-harta
mereka, amwaal al-yatiim/harta anak yatim, atau buyuutakum/rumah-rumah
kamu. Sebagaiman pula terdapat dalam Al-Qur’an perintah untuk membayar zakat,
mengeluarkan infaq. Sedangkan kepemilikan umum adalah wakaf yang dimiliki oleh
seluruh kaum muslimin, setiap muslim boleh mengambil manfaat, namun tidak dapat
dijual, dihapus atau dihadiahkan.
C.
Prinsip
ekonomi islam
Secara garis besar ekonomi
islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1.
Berbagai sumber daya dipandang
sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2.
Islam mengakui pemilikan pribadi
dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan penggerak utama ekonomi
Islam adalah kerja sama.
4.
Ekonomi islam menolak terjadinya
akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5.
Seorang muslim harus takut kepada
Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
6.
Zakat harus dibayarkan atas
kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
7.
Islam melarang riba dalam segala
bentuk.
D.
Tujuan
ekonomi islam
Adapun
tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu hubungan
manusia dengan Allah untuk mencapai ridho-Nya dan hubungan manusia dengan
manusia mendatangkan rahmat bagi seluruh alam. Sehingga tercipta kesejahteraan
hidup di dunia dan akhirat. Secara umum tujuan ekonomi islam adalah :
·
Untuk meningkatkan ekonomi
umat supaya lebih makmur atau meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih baik.
·
Menciptakan ekonomi umat
yang adil dan merata.
·
Mewujudkan perekonomian
yang stabil, namun tidak menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat.
·
Mewujudkan perekonomian
yang serasi, damai, bersatu dalam suasana kekeluargaan sesama umat,
menghilangkan nafsu menguasai atau serakah.
·
Mewujudkan perekonomian
yang menjamin kemerdekaan dalam hal produksi, distribusi serta menumbuhkan rasa
kebersamaan.
·
Mewujudkan peri kehidupan
ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka bumi, sehingga kelestarian alam
dapat dijaga dengan sebaik-baiknya, baik alam fisik, kultural, social maupun
spiritual keagamaan.
·
Menciptakan ekonomi yang mandiri.
E. Lembaga ekonomi islam
1.
Bank umum syariah
Bank syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip syariah. Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan
prinsip dasar bank syariah yang telah ditetapkan yaitu :
·
Mudharabah : Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisab bagi
hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh
kerugian ditanggung oleh pemilik usaha, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian
atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
·
Musyarakah
: Musyarakah
adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan
bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisab yang disepakati dan resiko
akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.
·
Wadiah : Wadiah adalah
titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip kapan saja si penitip
menghendaki.
·
Al
Murabahah :
Murabahah adalah bagian dari jenis bai', yaitu jual beli ditambah dengan
sejumlah keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak, pembeli dan
penjual. Pada transaksi murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat
transaksi sementara pembayarannya dapat dilakukansecara tunai, tangguhan,
maupun dicicil.
·
Salam : Salam adalah
transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli yang
harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang
ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahan barangnya
dilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan dimuka (secara
tunai).
·
Istishna’ : Istishna’
adalah transaksi jual beli seperti prinsip salam, yaitu jual beli dan
penyerahannya dilakukan kemudian, tetapi penyerahan uangnya dapat dilakukan
secara cicilan atau ditangguhkan. Spesifikasi barang pesanan harus jelas jenis,
macam ukuran, mutu dan jumlah.
·
Ijarah : Ijarah adalah
akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang
sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli. Perbedaannya terletak
pada obyek transaksinya, bila pada jual-beli transaksinya barang maka pada
ijarah transaksinya adalah jasa.
·
Qardh : Qardh adalah
perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang. Qardh dilakukan tanpa ada
orientasi keuntungan, tetapi pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh meminta
ganti biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan kontrak qardh.
·
Rahn /
gadai :
Menahan salah satu harta pemilik/peminjaman sebagai jaminan (collateral) atas
pinjaman yang diterimanya. Tujuannya untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
·
Hawalah /
Hiwalah :
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Tujuan hawalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan
modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya
atas jasa pemindahan piutang. Bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan
pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang
dengan yang berutang. Hal tersebut dilakukan untuk risiko kerugian yang akan
timbul.
·
Wakalah : Transaksi
wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan yang
berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk
melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. wakalah adalah penyerahan,
pendelegasian atau pemberian mandat. Orang yang diberikan amanat oleh orang
lain maka orang yang diberi amanat akan
melakukan apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan amanat (kuasa tersebut). Transaksi wakalah ini dapat dijumpai pada perbankan, seperti transaksi penagihan, pembayaran, agensi, transaksi dan lain-lain.
melakukan apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan amanat (kuasa tersebut). Transaksi wakalah ini dapat dijumpai pada perbankan, seperti transaksi penagihan, pembayaran, agensi, transaksi dan lain-lain.
2.
BPR Syariah (Badan perkreditan rakyat syariah)
BPRS menurut UU perbankan
no. 7 tahun 1992 adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposito berjangka tabungan atau bentuk lainnya yang disamakan
dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
Bentuk-bentuk penyaluran
dan dana BPR Syariah :
·
Pembiayaan mudharabah bank
menyediakan modal bagi nasabah (pengusaha) kemudian dikelola keuntungan yang
diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan.
·
Pembiayaan musyawarah bank
dan pengusaha bersama-sama membiayai suatu proyek dan dikelola secara
bersama-sama. Keuntungan akan dibagi sesuai dengan penyertaan masing-masing.
·
Pembiayaan Bai’u Bithaman
Ajil, bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang atau asset yang
dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang
diusahakan.
3.
BMT (Baitul Mal Wattamwil)
Prinsip operasional BMT tidak jauh
beda dengan BPRS yaitu :
1) Prinsip bagi hasil mudharabah, musyarakah, muzaroah dan muzaqah.
2) Sistem jual beli.
3) Sistem non profit contoh Qordul Hasan.
4.
Asuransi syariah
Asuransi syariah adalah
sebuah system dimana para anggota mendonasikan atau menghibahkan sebagian atau
seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi
musibah yang dialami oleh sebagian anggota. Peranan perusahaan disini hanya
sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari
dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
5.
Pegadaian syariah
Secara umum, sistem
pembiayaan pegadaian syariah tidak jauh beda dengan pegadaian yang bersifat
konvensional. Hanya saja ada beberapa transaksi yang harus dilakukan agar
sesuai dengan syariat islam. Kalau di pegadaian konvensional, biasanya
menggunakan bunga tetapi kalau pegadaian syariah menggunakan ijaroh atau ujroh.
Dari ijaroh atau ujroh inilah pegadaian syariah mendapatkan keuntungan.
6.
Reksadana syariah
Reksadana syariah
mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolanya dan kebijakan
investasinya mengacu pada syariat islam. Misalnya tidak menginvestasikan pada
saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaannya atau produknya
bertentangan dengan syariat islam. Seperti pabrik makanan/minuman yang
mengandung alcohol, daging babi, roko, tembakau, dll.
7.
Pasar modal syariah
Pasar modal syariah adalah
kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan public
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga profesi yang
berkaitan dengannya dimana semua produk dan mekanisme operasionalnya berjalan
tidak bertentangan dengan hukum muamalat islam.
8.
Koperasi syariah
Dalam koperasi syariah ada
dua prinsip dasar yaitu :
1) Syirkah mufawadhah
adalah perkongsian antara dua orang atau lebih dengan masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (simpananan pokok) wajib yang sama. Sedangkan
simpanan suka rela tergantung masing-masing anggota.
2) Syirkatul inan
yaitu perkongsian 2 orang atau lebih dengan kontribusi dana dari masing-masing
anggota kongsi bervariasi. Dana itu dikembangkan bersama-sama dan pembagian
keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.
F. Manfaat mengamalkan
ekonomi islam
Mengamalkan
ekonomi islam jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat muslim itu
sendiri, pertama mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga
islam tidak lagi parsial. Bila umat islam masih bergelut dan mengamalkan
ekonomi ribawi, berarti keislamannya belum kaffah sebab ajaran ekonomi islam
dibatalkan.
Sumber: http://yusufhilmi.blogspot.com (26 November 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar