Sebagai media dalam berpikir, bahasa
sangat berkaitan erat dengan pikiran. Keterkaitan antara berpikir dan berbahasa
dapat dipetakan dalam tiga pendapat, hanya menyangkut variable mana yang
menjadi penyebab.
a) Bahasa mempengaruhi pikiran
Bahasa menjadi dasar pembentuk pola
pikir seorang anak. Melalui bahasa seorang anak belajar tentang atribut-atribut
tertentu baik mengenai dirinya sendiri, diri orang lain dan situasi yang
dialaminya.
b) Pikiran mempengaruhi bahasa
Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada.
Menurut teori pertumbuhan kognitif, seorang anak mempelajari segala sesuatu
mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru
bahasa.
c) Bahasa dan pikiran saling
mempengaruhi
Hubungan antara pikiran dan bahasa
bukanlah merupakan suatu benda, melainkan merupakan suatu proses, satu gerak
yang terus-menerus. Pikiran berbahasa berkembang melalui beberapa tahap. Mulai
anak-anak harus mengucapkan kata-kata, kemudian bergerak ke arah mengerti atau
berpikir.
Orang tua, guru, dan lingkungan
mempunyai peranan yang sangat vital dalam perkembangan kemampuan berpikir dan
berbahasa pada anak-anak. Perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa pada
anak akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Sudah selayaknya
orang tua selalu memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini
sangat menentukan proses belajar.
Terdapat keterkaitan yang jelas
antara kemampuan berbahasa dengan kemampuan berpikir. Manusia untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa
bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan menguasai bahasa maka seseorang akan
mengetahui pengetahuan.
Bahasa memberikan kontribusi yang
besar dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa. Dengan bantuan bahasa,
anak tumbuh dari suatu organisme biologis menjadi suatu pribadi di dalam
kelompok, yaitu suatu pribadi yang berpikir, merasa berbuat, serta memandang
dunia dan kehidupan sesuai dengan lingkungan sosialnya.
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah
terletak pada kemampuan berbahasanya. Manusia dapat berpikir dengan baik karena
dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir
secara rumit dan abstrak, seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.
Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka maka kegiatan
berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.
Bahasa mengkomunikasikan tiga hal,
yakni buah pikiran, perasan dan sikap. Dalam proses menuangkan pikiran, manusia
berusaha mengatur segala fakta dan hasil pemikiran dengan cara sedemikian rupa
sehingga cara kerja alami otak dilibatkan dari awal, dengan harapan bahwa akan
lebih mudah mengingat dan menarik kembali informasi dikemudian hari.
Sebenarnya, anak-anak dapat
menuangkan pikiran dengan caranya masing-masing. Proses menuangkan pikiran
menjadi tidak beraturan atau malah tersendat ketika anak-anak terjebak dalam
model menuangkan pikiran yang kurang efektif sehingga kreativitas tidak muncul.
Model dikte dan mencatat semua yang didiktekan pendidik, mendengar ceramah dan
mengingat isinya, menghapal kata-kata penting dan artinya terjadi dalam proses
belajar mengajar di sekolah atau dimana saja menjadi kurang efektif ketika
tidak didukung oleh kreativitas pendidik atau anak-anak itu sendiri.
Keterkaitan antara pikiran dan
bahasa dapat dipetakan dalam tiga pendapat. Perbedaan ini hanya menyangkut
variabel mana yang menjadi penyebab.
a. Bahasa Mempengaruhi Pikiran
Pemahaman terhadap kata mempengaruhi
pandangannya terhadap realitas. Pikiran dapat terkondisikan oleh kata yang kita
gunakan.tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan
gurunya Edward Sapir. Whorf mengambil contoh bangsa Jepang. Orang
Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai
banyak kosa kata dalam menjelaskan sebuah realitas. Di samping itu bahasa
menjadi dasar pembentuk pola pikir seorang anak. Melalui bahasa
seorang anak belajar tentang atribut-atribut tertentu, baik mengenai dirinya
sendiri, diri orang lain, dan situasi yang dialaminya.
b. Pikiran Mempengaruhi Bahasa
Pendukung pendapat ini adalah tokoh
psikologi kognitif yang tak asing bagi kita, yaitu Jean Piaget terhadap
perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif
anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan
Whorf, Piaget berpendapat justru pikiran lah yang membentuk bahasa. Tanpa
pikiran bahasa tidak akan ada, pikiran lah yang menentukan aspek-aspek
sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.
Piaget yang mengembangkan teori
pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang kanak-kanak dapat
menggolong-golongkan benda-benda tersebut. Maka perkembangan kognisi dapat
diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut teori perkembangan kognisi,
seorang kanak-kanak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui
tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa. Tindak
tanduk atau perilaku kanak-kanak itu merupakan manipulasi dunia pada suatu
waktu dan tempat tertentu. Dan bahasa hanyalah satu alat yang memberikan kepada
kanak-kanak itu satu kemampuan untuk beranjak lebih jauh dari waktu dan tempat
tertentu itu. Namun, jelas gambaran benda-benda dan keadaan-keadaan dunia
manipulasinya dalam otak kanak-kanak tidak memerlukan bahasa.
Piaget juga menegaskan bahwa
kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah
dinuranikan dan dalam kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa. Yang
perlu diingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini kekekalan benda
merupakan pemerolehan umum.
c. Bahasa dan Pikiran Saling
Mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara
kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky, seorang ahli semantic
berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget yang
menyatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan Vygotsky
terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi
kognitif. Kata-kata dan pikiran mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan.
Keduanya saling mempengaruhi. Di satu sisi kata-kata merupakan media yang
digunakan untuk memahami dunia serta digunakan dalam proses berpikir, di sisi
lain pemahaman terhadap kata-kata merupakan hasil dari aktivitas pikiran.
Pigotsky berpendapat adanya satu tahap
perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan
pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling
bertemu, maka terjadilah secara serempak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir.
Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara
terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikiran berkembang
tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu, pada tahap
berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta saling mempengaruhi.
Begitulah, kanak-kanak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan
menggunakan pikiran.
Menurut Pigotsky pikiran berbahasa
(verbal thought) berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula kanak-kanak harus
mengucapkan kata-kata untuk dipahami. Kemudian bergerak ke arah kemampuan
mengerti atau berpikir tanpa mengucapkan kata-kata itu. Lalu, dia mampu
memisahkan kata-kata yang berarti dan yang tidak berarti.
Selanjutnya Pigotsky menjelaskan
bahwa hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah merupakan satu benda,
melainkan merupakan satu proses, satu gerak yang terus-menerus dari pikiran ke
kata (bahasa) dan dari kata (bahasa) ke pikiran. Pikiran itu tidak hanya
disampaikan dengan kata-kata, tetapi lahir dengan kata-kata itu. Tiap pikiran
cenderung untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dan mendirikan
satu hubungan di antara benda-benda. Tapi pikiran bergerak, tumbuh, dan
berkembang melaksanakan setu fungsi dan memecahkan satu masalah.
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti mekanisme bagaimana seorang anak belajar
bahasa sehingga bahasa dapat dikuasainya. Dengan mengacu pada teori Bruner, jelaslah
guru dan orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam
perkembangan pembelajaran bahasa dan perkembangan kognitif anak. Keith (undate)
menyatakan bahwa belajar bahasa merupakan proses rumit yang melibatkan berbagai
faktor seperti faktor biologis, mental dan sosial.
Namun, pada saat yang bersamaan bahasa juga berperan sebagai piranti pembentuk
proses mental dan berpikir anak. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian
yang dilakukan di luar negri, perkembangan pembelajaran bahasa usia dini dapat
ditandai dengan perkembangan penguasaan kemampuan berbahasa baik unsur
kemampuan bahasa seperti kosa kata dan tata bahasa maupun keterampilan
berbahasa sesuai dengan perkembangan usia kalendernya.
Orang tua maupun guru dapat mengidentipikasi kelebihan serta kekurangan
keterampilan bahasa sesuai dengan perkembangan usia kalendernya sebagai
landasan untuk menciptakan konteks kondusif yang akan lebih mengoptimalkan
pembelajaran bahasa anak-anak. Selain itu, orang tua atau guru dapat
menggunakan informasi perkembangan bahasa anak sebagai dasar mengidentifikasi
kelebihan serta kekurangan penguasaan ranah isi yang dikuasai anak-anak.
Hal lain yang harus menjadi kesadaran orang tua atau guru tentang perkembangan
bahasa anak ialah bahwa bahasa anak adalah bahasa yang terus bergulir mengalami
perkembangan menuju kemempuan berbahasa orang dewasa. Berawal dari periode diam
(silent period), anak mulai menanamkan hipotesa tentang cara menggunakan bahasa
berdasarkan input bahasa dari lingkungannya.
Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya
usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut,
sebab pada masa ini sangat menentukan proses belajar. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberi contoh yang baik, memberikan motivasi untuk belajar dan
sebagainya. Orang tua sangat bertanggungjawab atas kesuksesan belajar anak dan
seyogianya selalu berusaha meningkatkan potensi anak agar dapat berkembang
secara maksimal. Pada gilirannya anak akan dapar berkembang dan tumbuh menjadi
pribadi yang bahagia karena dengan mulai berkomunikasi dengan lingkungan,
bersedia memberi dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
Contoh kasus, ketika anak yang
berbicara menggunakan gerakkan atau tanda isyarat untuk menunjukkan
keinginannya, secara bertahap dan berkembang menjadi suatu komunikasi melalui
ajaran yang tepat dan jelas. Dan dalam kegiatan tersebut terjadilah proses
berpikir pada anak, dengan menggunakan tanda isyarat tersebut berarti anak
tersebut menginginkan sesuatu. akhirnya anak tersebut mengisyaratkan dengan gerakkan yang sama karena anak tersebut tahu apa arti isyarat yang mereka lakukan, untuk mendapatkan yang mereka inginkan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar