Kamis, 25 Juni 2015

Proses Berpikir dan Berbahasa pada Anak

Sebagai media dalam berpikir, bahasa sangat berkaitan erat dengan pikiran. Keterkaitan antara berpikir dan berbahasa dapat dipetakan dalam tiga pendapat, hanya menyangkut variable mana yang menjadi penyebab.
a)      Bahasa mempengaruhi pikiran
Bahasa menjadi dasar pembentuk pola pikir seorang anak. Melalui bahasa seorang anak belajar tentang atribut-atribut tertentu baik mengenai dirinya sendiri, diri orang lain dan situasi yang dialaminya.
b)       Pikiran mempengaruhi bahasa
Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Menurut teori pertumbuhan kognitif, seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru bahasa.
c)      Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah merupakan suatu benda, melainkan merupakan suatu proses, satu gerak yang terus-menerus. Pikiran berbahasa berkembang melalui beberapa tahap. Mulai anak-anak harus mengucapkan kata-kata, kemudian bergerak ke arah mengerti atau berpikir.
Orang tua, guru, dan lingkungan mempunyai peranan yang sangat vital dalam perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa pada anak-anak. Perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa pada anak akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Sudah selayaknya orang tua selalu memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini sangat menentukan proses belajar.
Terdapat keterkaitan yang jelas antara kemampuan berbahasa dengan kemampuan berpikir. Manusia untuk dapat melakukan kegiatan berpikir dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan menguasai bahasa maka seseorang akan mengetahui pengetahuan.
Bahasa memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa. Dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari suatu organisme biologis menjadi suatu pribadi di dalam kelompok, yaitu suatu pribadi yang berpikir, merasa berbuat, serta memandang dunia dan kehidupan sesuai dengan lingkungan sosialnya.
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berbahasanya. Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak, seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.
Bahasa mengkomunikasikan tiga hal, yakni buah pikiran, perasan dan sikap. Dalam proses menuangkan pikiran, manusia berusaha mengatur segala fakta dan hasil pemikiran dengan cara sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan dari awal, dengan harapan bahwa akan lebih mudah mengingat dan menarik kembali informasi dikemudian hari.
Sebenarnya, anak-anak dapat menuangkan pikiran dengan caranya masing-masing. Proses menuangkan pikiran menjadi tidak beraturan atau malah tersendat ketika anak-anak terjebak dalam model menuangkan pikiran yang kurang efektif sehingga kreativitas tidak muncul. Model dikte dan mencatat semua yang didiktekan pendidik, mendengar ceramah dan mengingat isinya, menghapal kata-kata penting dan artinya terjadi dalam proses belajar mengajar di sekolah atau dimana saja menjadi kurang efektif ketika tidak didukung oleh kreativitas pendidik atau anak-anak itu sendiri.
Keterkaitan antara pikiran dan bahasa dapat dipetakan dalam tiga pendapat. Perbedaan ini hanya menyangkut variabel mana yang menjadi penyebab.
a.       Bahasa Mempengaruhi Pikiran
Pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran dapat terkondisikan oleh kata yang kita gunakan.tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf  dan gurunya Edward Sapir. Whorf  mengambil contoh bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai banyak kosa kata dalam menjelaskan sebuah realitas. Di samping itu bahasa menjadi dasar pembentuk pola pikir seorang anak.  Melalui bahasa seorang anak belajar tentang atribut-atribut tertentu, baik mengenai dirinya sendiri, diri orang lain, dan situasi yang dialaminya.   
b.      Pikiran Mempengaruhi Bahasa
Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi kita, yaitu Jean Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Piaget berpendapat justru pikiran lah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada, pikiran lah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.
Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang kanak-kanak dapat menggolong-golongkan benda-benda tersebut. Maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut teori perkembangan kognisi, seorang kanak-kanak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa. Tindak tanduk atau perilaku kanak-kanak itu merupakan manipulasi dunia pada suatu waktu dan tempat tertentu. Dan bahasa hanyalah satu alat yang memberikan kepada kanak-kanak itu satu kemampuan untuk beranjak lebih jauh dari waktu dan tempat tertentu itu. Namun, jelas gambaran benda-benda dan keadaan-keadaan dunia manipulasinya dalam otak kanak-kanak tidak memerlukan bahasa.
Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa. Yang perlu diingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini kekekalan benda merupakan pemerolehan umum.
c.       Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky, seorang ahli semantic berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget yang menyatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan Vygotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif. Kata-kata dan pikiran mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling mempengaruhi. Di satu sisi kata-kata merupakan media yang digunakan untuk memahami dunia serta digunakan dalam proses berpikir, di sisi lain pemahaman terhadap kata-kata merupakan hasil dari aktivitas pikiran.
Pigotsky berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serempak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu, pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta saling mempengaruhi. Begitulah, kanak-kanak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut Pigotsky pikiran berbahasa (verbal thought) berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula kanak-kanak harus mengucapkan kata-kata untuk dipahami. Kemudian bergerak ke arah kemampuan mengerti atau berpikir tanpa mengucapkan kata-kata itu. Lalu, dia mampu memisahkan kata-kata yang berarti dan yang tidak berarti.
Selanjutnya Pigotsky menjelaskan bahwa hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah merupakan satu benda, melainkan merupakan satu proses, satu gerak yang terus-menerus dari pikiran ke kata (bahasa) dan dari kata (bahasa) ke pikiran. Pikiran itu tidak hanya disampaikan dengan kata-kata, tetapi lahir dengan kata-kata itu. Tiap pikiran cenderung untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dan mendirikan satu hubungan di antara benda-benda. Tapi pikiran bergerak, tumbuh, dan berkembang melaksanakan setu fungsi dan memecahkan satu masalah.
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti mekanisme bagaimana seorang anak belajar bahasa sehingga bahasa dapat dikuasainya. Dengan mengacu pada teori Bruner,  jelaslah guru dan orang tua memegang peranan yang sangat penting  dalam perkembangan pembelajaran bahasa dan perkembangan kognitif anak. Keith (undate) menyatakan bahwa belajar bahasa merupakan proses rumit yang melibatkan berbagai faktor seperti faktor biologis, mental dan sosial.
Namun, pada saat yang bersamaan bahasa juga berperan sebagai piranti pembentuk proses mental dan berpikir anak. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian yang dilakukan di luar negri, perkembangan pembelajaran bahasa usia dini dapat ditandai dengan perkembangan penguasaan kemampuan berbahasa baik unsur kemampuan bahasa seperti kosa kata dan tata bahasa maupun keterampilan berbahasa sesuai dengan perkembangan usia kalendernya.
Orang tua maupun guru dapat mengidentipikasi kelebihan serta kekurangan keterampilan bahasa sesuai dengan perkembangan usia kalendernya sebagai landasan untuk menciptakan konteks kondusif yang akan lebih mengoptimalkan pembelajaran bahasa anak-anak. Selain itu, orang tua atau guru dapat menggunakan informasi perkembangan bahasa anak sebagai dasar mengidentifikasi kelebihan serta kekurangan penguasaan ranah isi yang dikuasai anak-anak.
Hal lain yang harus menjadi kesadaran orang tua atau guru tentang perkembangan bahasa anak ialah bahwa bahasa anak adalah bahasa yang terus bergulir mengalami perkembangan menuju kemempuan berbahasa orang dewasa. Berawal dari periode diam (silent period), anak mulai menanamkan hipotesa tentang cara menggunakan bahasa berdasarkan input bahasa dari lingkungannya.
Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini sangat menentukan proses belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi contoh yang baik, memberikan motivasi untuk belajar dan sebagainya. Orang tua sangat bertanggungjawab atas kesuksesan belajar anak dan seyogianya selalu berusaha meningkatkan potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal. Pada gilirannya anak akan dapar berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia karena dengan mulai berkomunikasi dengan lingkungan, bersedia memberi dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

Contoh kasus, ketika anak yang berbicara menggunakan gerakkan atau tanda isyarat untuk menunjukkan keinginannya, secara bertahap dan berkembang menjadi suatu komunikasi melalui ajaran yang tepat dan jelas. Dan dalam kegiatan tersebut terjadilah proses berpikir pada anak, dengan menggunakan tanda isyarat tersebut berarti anak tersebut menginginkan sesuatu. akhirnya anak tersebut mengisyaratkan dengan gerakkan yang sama karena anak tersebut tahu apa arti isyarat yang mereka lakukan, untuk mendapatkan yang mereka inginkan.

Sumber:


Minggu, 07 Juni 2015

Persiapan Menampilkan bakat

Persiapan saya untuk penampilan hari sabtu, sudah sempurna dengan menampilkan sebuah video yang akan menampilkan tentang Design Interior rumah tiga dimensi. Karena saya lebih suka rumah yang bermodel minimalis, maka saya membuatnya dalam model minimalis dan dengan gaya yang sederhana, namun terlihat nyaman untuk dihuni. Alasan saya menyukai bidang mendesign interior dan eksterior rumah karena mendesign interior dan eksterior rumah adalah bidang yang menarik dan menyenangkan, ketia kita sedang bosan dengan sesuatu, kita bisa mencoba-coba sesuatu yang baru dengan mendesign interior dna eksterior rumah.

Dengan belajar mendesign interir dan ekterior rumah sendiri kita bisa mencoba membuat atau membayangkan design rumah untuk diri sendiri dimasa yang akan datang. Banyak furniture-furniture yang tersedia didalam aplikasi sweet home 3D kita bisa membuat rumah dan mendesign rumah tersebut dengan sesuka kita, dengan gaya apapun, entah itu model rumah elegan, mewah, minimalis dan lain-lain. Dan bisa membuat rumah yang bertingkat sesuka kita, dengan itu, maka kita bisa mengurangi kebosanan yang ada disaat tidak memiliki kegiatan, maka kita bisa mencoba sesuatu yang baru yang bisa kita pelajari.